Deprecated: Optional parameter $depth declared before required parameter $output is implicitly treated as a required parameter in /usr/local/www/porsps/wp-content/themes/flatsome/inc/structure/structure-header.php on line 540

Deprecated: Optional parameter $content declared before required parameter $tag is implicitly treated as a required parameter in /usr/local/www/porsps/wp-content/themes/flatsome/inc/shortcodes/tabs.php on line 3

Deprecated: Optional parameter $content declared before required parameter $tag is implicitly treated as a required parameter in /usr/local/www/porsps/wp-content/themes/flatsome/inc/shortcodes/blog_posts.php on line 3

Deprecated: Optional parameter $content declared before required parameter $code is implicitly treated as a required parameter in /usr/local/www/porsps/wp-content/themes/flatsome/inc/shortcodes/google_maps.php on line 3

Deprecated: Optional parameter $content declared before required parameter $tag is implicitly treated as a required parameter in /usr/local/www/porsps/wp-content/themes/flatsome/inc/shortcodes/portfolio.php on line 4
STUDIUM GENERALE: The Olympic Movement and Gender Equity by Prof. Fan Hong – Program Studi Pendidikan Olahraga

STUDIUM GENERALE: The Olympic Movement and Gender Equity by Prof. Fan Hong

Program Studi Pendidikan Olahraga melalui program Fakultas Sekolah Pascasarjana mengadakan Kuliah Umum (Studium Generale) dengan tema “Gender Equity and Research Trends in COVID-19 Pandemic: What we can do?”.

Pada Studium Generale ini mengundang 2 Guest Lecture, Prof. Fan Hong (Bangor University, UK) dan Dr. Dee Dee A. Salle, Ph.D. (Edith Cowan University, Australia). Namun, sayangnya Dr. Dee Dee A. Salle, Ph.D. tidak dapat bergabung karena suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dan kami akan melakukan penjadwalan ulang dengan beliau.

Studium Generale ini dibuka lagsung oleh Ketua Program Studi Pendidikan Olahraga, dan dihadiri oleh para dosen dan juga mahasiswa Program Studi Pendidikan Olahraga.

Prof. Fan Hong merupakan Profesor dari Bangor University, United Kingdom dan beliau memberikan kuliah tentang “The Olympic Movement and Gender Equity” pada Studium Generale yang diadakan oleh Program Studi Pendidikan Olahraga.

Pada kuliahnya, beliau menjelaskan bahwa seorang wanita diciptakan secara alami tetapi inferioritasnya dalam masyarakat dibuat oleh budaya dan sistem sosial. Sebagai contoh, budaya ikat kaki (foot binding) di China dikaitkan dengan keamanan, hal ini merupakan produk dari budaya dan masyarakat yang didominasi laki-laki, tidak hanya mengikat kaki perempuan tetapi juga kebebasan dan kemandirian mereka.
Tidak hanya di Cina, ini pun terjadi di Eropa. Dimana pinggang yang kecil seolah menjadi obsesi simbol kecantikan. Sehingga para gadis dan wanita menggunakan korset secara ketat.
Prof Fan Hong juga menulis buku lainnya mengenai Soccer, women dan liberasi seksual selain Footbinding: feminism and freedom.
Prof Fan Hong berpendapat bahwa emansipasi fisik perempuan merupakan prasyarat pembebasan perempuan secara keseluruhan. pembebasan tubuh perempuan melalui latihan fisik dan olah raga merupakan persyaratan penting bagi politik, budaya dan pendidikan mereka, bahkan yang lebih luas, kebebasan. Partisipasi perempuan dalam aktivitas fisik, kompetisi olahraga, dan Olimpiade mencerminkan perubahan budaya dan kemajuan masyarakat. Sejarah keikutsertaan perempuan dalam kegiatan fisik, perlombaan olah raga dan olimpiade merupakan sejarah perjuangan perempuan untuk mendapatkan persamaan hak di bidang olah raga.
Prof Hong mengutip (Presiden IOC – Thomas Bach) yg menyatakan bahwa olahraga adalah salah satu platform paling kuat untuk mempromosikan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan dan anak perempuan
Untuk menjawab isu berkenaan dengan kesetaraan gender serta peran wanita di Olimpiade, IOC memiliki beberapa strategi, diantaranya:
1.Menetapkan kuota untuk atlit wanita dengan jumlah proporsi minimum dari tiap gender
2.Mengadopsi target minimum  untuk bisa berada di kepengurusan
3.Membiarkan lembaga olahraga intl untuk menunjuk orang terbaik sebagai perwakilan tanpa melihat jenis kelaminnya.
Equality (persamaan gender)—> equal treatment
Equity (kesetaraan gender) —> memerlukan upaya mengurangi halangan, baik kesempatan secara ekonomi maupun politis.
Penelitian Longborough Study membuktikan bahwa sejak 2001 telah terjadi progress yang menggembirakan mengenai keberadaan Perempuan dan Kepemimpinan di Olimpiade.
Penelitian lain menyebutkan adanya penghalang budaya mengenai maskulin serta feminin yang berhak menduduki posisi kepemimpinan serta pembagian tugas (dapat dibaca di penelitian. Eagly & Johannessen-Schmidt tahun 2001 dengan judul the leadership style of women and men dimuat di Journal of Social Issue vol 57.)
Penelitian Henry & Robinson 2010 dilakukan untuk mengetahui implikasi kebijakan wanita yang mendaftarkan diri untuk menjabat posisi senior di IF dan NOC, memaparkan 7 penghalang (barriers) yang terjadi pada persoalan kesetaraan gender pada sistem elektoral serta saran alternatif pemecahannya.
Jika dibndingkan, tahun 1908 atlit perempuan hanya 1,8%, tahun 2012 dudah mencapai 44,2% perempuan dimana mereka bertanding di semua jenis olagraga. Sudah ada kemajuan tapi perjalanan masih panjang.
Untuk melihat Studium Generale dapat diakses melalui Youtube Pendidikan Olahraga SPs UPI melalui https://youtu.be/kzfXrx96b9Q
Dokumentasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *